Rating: | ★★★★ |
Category: | Books |
Genre: | Religion & Spirituality |
Author: | Ust.M.Rizal Al-Malangi |
Diskusi pertama, orang pertama : "wah..bisa-bisa kamu atheis..!"
Diskusi kedua, orang kedua : saya mendapat penjelasan tentang qadha & qadar
Diskusi ke tiga, orang ketiga : disela-sela perbincangan terucap " wah jangan-jangan misionaris nih...?"
tapi yang ketiga ini lebih memperjelas pemahaman saya, dan justru menjadikan kami terikat dalam persahabatan
itu sebabnya saya begitu berkesan setelah membaca ini, semoga bermanfaat
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sepanjang sejarahnya, manusia akan selalu bertanya, apakah segala sesuau ang telah terjadi padanya baik itu berupa keuntungan atau musibah adalah takdir Allah SWT ?
ataukah
manusia itu ikut juga memberi andil dalam menggariskan nasibnya atau menentukan masa depannya?
Banyak para filosof atau teolog serta ulama kita yang berbicara tentang takdir ini, terbagai dalam dua aliran pemikiran besar yaitu :
Qadariyyah
istilah ini untuk mereka yang mengatakan bahwa kebebasan kehendak manusia, dimana segala sesuatu adalah upaya dari manusia itu sendiri dengan kata lain bahwa nasibnya ditentukan oleh dirinya sendiri
Jabbariyyah
Banyak dianut oleh kaum Asyariyyah yang mengatakan bahwa manusia tidak memiliki ikhtiar atau kebebasan memilih, dengan kata lain, semua telah diatur oleh sang pencipta, dan inilah yang menyebabkan berdampak manusia jadi jumud dan statis.
Pada hakikatnya kedua pemikiran ini pasti tidak akan terlepas dari kemusykilan-kemusykilan yang tidak dapat dipertahankan,
seandainya kedua kelompok ini menyadari bahwa kedua pendapat mereka masing-masing mencakup sebagian saja dari kebenaran, niscaya akan hilanglah pertengkaran antara keduanya dan akan segera kita tahu bahwa percaya terhadap qadha dan qadar serta ketauhidan perbuatan sama sekali tidak identik dengan kebebasan sepenuhnya dari manusia.
Sebagaimana juga kepercayaan kepada ikhtiar dan kebebasan manusia tidak berarti pengingkaran terhadap Qadha dan Qadar.
Manusia dalam system alam semesta sejak dari semela telah memiliki sejenis kebebasan ikhtiar serta kemampuan tertentu dalam aktifitas, yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, dan kita tahu bahwa keberadaan semua ini bersumber pada system Illahi yang riil dan alam ini ciptaan-Nya
maka pengetahuan awal atau azali yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan manusia berarti bahwa Ia mengetahui sejak semula tentang siapa-siap yang akan taat dengan ikhtiar dan kebebasan nya serta siapa-siapa yang bermaksiat dengan ikhtiar dan kebebasan pula.
Jadi yang merupakan keharusan dan konsekwensi ilmu tersebut ialah adanya ketaatan dari orang yang taat dengan kemauannya sendiri maupun maksiat dari sipelaku maksiat dengan kemampuannya sendiri pula.
Ilmu Allah adalah aktif dan positif, bukannya reaktif dan pasif, akan tetapi hal ini tidak harus berarti bahwa manusia bersifat terpaksa dan tidak memiliki ikhtiar, dan bahwa disaat melakukan kemaksiatan , ia berada dibawah paksaan untuk bermaksiat dari sesuatu yang lebih tinggi daripadanya.
yang benar bahwa keberadaannya yang telah dicipta dalam tatanan alam semesta sebagai sesuatu yang memiliki kebebasan, ia pulalah yang dalam ilmu Illahi bersifat bebas dan berikhtiar
Apakah perbuatan maksiat itu bersifat sukarela dan sesuai dengan kecenderungan kemauan serta pilihan pribadi tanpa paksaan, ataukah yan gbersifat paksaan oleh sesuatu kekuatan yang berada diluar kekuatan manusia?
Sesungguhnya yang diketahui Allah sejak Azali, bukannya adanya perbuatan maksiat yang dipaksakan, melainkan perbuatan maksiat secara sukarela (ikhtiar)
Oleh sebab itu pengetahuan Allah seperti itulah, maka seandainya orang tersebut dipaksa, dijadikan majbur (tidak memiliki ikhtiar), untuk tidak berbuat maksiat, atau sebaliknya dipaksa untuk melakukan maksiat, hal ini tentunya mengalihkan atau mengubah pengetahuan Allah menjadi ketidaktahuan.
Dan kesimpulan yang bisa kita tarik berdasarkan hal tersebut adalah, bahwa pengetahuan Allah yang Azali tentang perbuatan-perbuatan segala sesuatu yang ada dialam ini, dan yang memiliki kemauan dan ikhtiar sama sekali bukanlah Jabr, sebab konsekwensi ilmu Illahi ialah tetapnya sesuatu yang mukhtar (yang memiliki kebebasan memilih) menjadi mukhtar secara tetap dan pasti.
Oleh sebab itu dapatlah dibenarkan ucapan si orang pintar bahwa menjadikan dosa sebagai sesuatu yang disebabkan oleh pengetahuan Ilahi, menurut anggapan yang berakal adalah sama dengan ketidak tahuan. Alam semesta ini dengan segala sistemnya adalah ilmu Allah SWT, Sang Pencipta Agung dan juga merupakan objek yang diketahui-Nya. Hal ini disebabkan kenyataan bahwa Zat-Nya meliputi zat-zat segala sesuatu,sejak azali sampai abadi.
Atas dasar ini alam beserta segala karakteristik dan tatanannya termasuk dalam peringkat ilmu pengetahuan Allah SWT..
Demikian setetes dari sebuah samudera besar yang dapat kami hantarkan pada kesempatan ini, mohon maaf bila kurang memadai, sebab kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.
Wassalam, Azzahra,Edisi300/Tahun VI/24Agustus2007/11Sya'ban 1428H
------------
4 komentar:
fa alhamaha fujuraha wa taqwaha (surah Asy Syams).......
tinggal jiwa yang menerima..aja..nge-match nya kemana.....
saya selalu percaya bahwa hidup ini merupakan suatu pilihan. Tinggal kita yg mo memilih yang mana...
setuju...tentunya bagaimana memilihnya itu yang perlu dasar yang tepat
Posting Komentar