Senin, 21 September 2009

Tuhan tidak melihat baju, apalagi dasi

Rating:★★★★★
Category:Other
Kisah Budak Yg berdo'a minta hujan 
   
Basrah, Iraq. Sudah beberapa lama tak turun hujan. Hari itu belum beranjak siang. Terik matahari mulai terasa. Angin musim kemarau berhembus. Angin kering padang pasir menerpa wajah. Orang-orang mulai kesulitan mendapati air. Demikian juga binatang peliharaan yang kelihatan kurus-kurus.


Hari itu penduduk Basrah sepakat untuk mengadakan shalat Istisqa’. Untuk meminta hujan yang sudah sekian lama tertahan. Shalat itu akan dihadiri para ulama Basrah dan tokoh masyarakatnya. Yang langsung akan dipimpin oleh salah seorang ulama pilihan di antara mereka. Nampak di antara para ulama yang sudah hadir Ulama Besar Malik bin Dinar, Atho’ As-Sulaimi, Tsabit Al-Bunani, Yahya Al-Bakka, Muhammad bin Wasi’, Abu Muhammad As-Sikhtiyani, Habib Abu Muhammad Al-Farisi, Hasan bin Abi Sinan, Utbah bin Al-Ghulam, dan Sholeh Al-Murri.

Benar-benar sebuah sholat Istisqo’ yang istimewa. Dihadiri orang-orang terbaiknya. Tentunya  dengan harapan agar Allah menurunkan kembali hujan yang ditahan karena dosa-dosa manusia.

Para penduduk nampak berduyun-duyun mendatangi lapangan yang telah ditentukan. Para ulama pun sudah mulai nampak di lapangan itu. Anak-anak kecil yang asyik belajar di tempat pengajian Al-Qur’an mereka, juga nampak berlarian menuju lapangan. Demikian juga para wanitanya. Besar, kecil, laki, perempuan, tua, muda, semuanya tidak ada yang ketinggalan untuk mengikuti sholat. Dengan hanya satu harapan, agar hujan kembali turun.

Sholat dimulai. Dua rokaat sudah. Selesai itu sang imam menyampaikan khutbah dan doa panjangnya. Mengakui segala kelemahan dan kesalahan manusia yang menyebabkan murka Allah. Dan mengharap kembali turunnya berkah hujan dari langit. Karena masih ada orang tua dan binatang yang tidak bersalah ikut menanggung akibat dosa sebagian orang. Doa terus dipanjatkan.

Waktu terus beranjak siang. Tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Mendung tak kunjung datang. Langit masih terlihat cerah. Matahari semakin terasa terik. Sholat Istisqa’ selesai. Semua penduduk pulang ke rumah masing-masing. Tinggallah para ulama yang masing-masing bertanya dalam hati mengapa hujan tak kunjung datang. Padahal telah berkumpul orang-orang baik dan pilihan di masyarakat Basrah.

Akhirnya diputuskan untuk menentukan hari lain. Mengulang sholat Istisqa’ berharap untuk kali ke dua ini, Allah mengabulkan doa mereka. Sholat kedua ditentukan. Suasana sholat ketika itu tidak jauh berbeda dengan sholat sebelumnya. Dan kali ini pun belum ada tanda-tanda dikabulkannya doa. Langit masih sangat cerah dengan terik matahari tengah hari. Tanda tanya di hati para ulamanya semakin besar.

Sholat ketiga pun segera menyusul. Semoga yang ketiga inilah yang didengar, begitu harapan mereka. Persis seperti yang pertama dan kedua, sholat yang ketiga pun mempunyai suasana yang sama. Dan ternyata hasilnya pun sama. Hujan masih tertahan entah karena apa. Tanda tanya di hati para ulama Basrah kian menggelayut di dalam hati mereka masing-masing. Tanpa jawaban. Seluruh penduduk dan ulamanya pulang ke rumah dan tidak tahu kapan musim kering itu berlalu.

Tersisa Malik bin Dinar dan Tsabit Al-Bunani di lapangan terlihat berbincang serius. Perbincangan itu dilanjutkan di masjid yang tidak jauh dari tempat itu. Hingga malam datang menjelang. Masjid sudah sepi, tidak ada lagi yang sholat. Karena sudah malam larut.

Tiba-tiba mereka berdua dikejutkan oleh seorang dengan kulit berwarna gelap, wajah yang sederhana, dengan betis tersingkap yang terlihat kecil, dengan perut buncit. Orang itu memakai sarung dari kulit domba, demikian juga kain yang dipakainya untuk atas badannya. “Aku memperkirakan semua yang dipakainya tidak melebihi dua dirham saja,” kata Malik bin Dinar. Yang menunjukkan bahwa orang itu hanyalah orang miskin yang tidak memiliki banyak harta.

Malik bin Dinar mengamati gerak-geriknya, ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh orang hitam itu di larut malam seperti ini. Orang itu menuju tempat wudhu. Setelah selesai wudhu, seperti tanpa mempedulikan Malik dan Tsabit yang mengamatinya dari tadi, orang itu menuju mihrab imam kemudian sholat dua rokaat. Sholatnya tidak terlalu lama. Surat yang dibaca tidak terlalu panjang. Ruku’ dan sujudnya sama pendeknya dengan lama berdirinya.

Selesai sholat, orang itu menengadah tangannya ke langit sambil berdoa. Malik bin Dinar mendengar isi doa yang disampaikan dengan suara yang tidak terlalu tinggi tapi terdengar.Tuhanku, betapa banyak hamba-hamba- Mu yang berkali-kali datang kepada-Mu memohon sesuatu yang sebenarnya tidak mengurangi sedikitpun kekuasaan-Mu. Apakah ini karena apa yang ada pada-Mu sudah habis? Ataukah perbendaharaan kekuasaan-Mu telah hilang? Tuhanku, aku bersumpah atas nama-Mu dengan kecintaan-Mu kepadaku agar Engkau berkenan memberi kami hujan secepatnya.

Setelah mendengar itu Malik bin Dinar berkata, “Belum lagi dia menyelesaikan perkataannya, angin dingin pertanda mendung tebal menggelayut di langit. Kemudian tidak lama, hujan turun dengan begitu derasnya. Aku dan Tsabit mulai kedinginan.

Malik dan Tsabit hanya bisa tercengang melihat orang hitam itu. Mereka berdua menunggu hingga orang itu selesai dari munajatnya. Begitu terlihat orang itu selesai, Malik menghampirinya dan berkata, “Wahai orang hitam tidakkah kamu malu terhadap kata-katamu dalam doa tadi?”
Orang tadi bertanya, “Kata-kata yang mana?
 “Kata-kata: dengan kecintaan-Mu kepadaku,” kata Malik. “Apa yang membuatmu yakin bahwa Allah mencintaimu?” sambung Malik.
Orang itu menjawab, “Menyingkirlah dari urusan yang tidak kamu ketahui, wahai orang yang sibuk dengan dirinya sendiri! Dimanakah posisiku ketika aku dapat mengkhususkan diri kami untuk beribadah hanya kepada-Nya dan ma’rifat kepada-Nya. Mungkinkah aku dapat memulai hal itu jika tanpa cinta-Nya kepadaku sesuai dengan kadar yang dikehendaki dan cintaku kepada-Nya sesuai dengan kadar kecintaanku.

Setelah berkata itu, dia pergi begitu saja dengan cepatnya. Malik memohon, “Sebentar, semoga Allah merahmatimu. Aku perlu sesuatu.
 Orang itu menjawab, “Aku adalah seorang budak yang mempunyai kewajiban untuk mentaati perintah tuanku.”

Akhirnya Malik dan Tsabit sepakat untuk mengikuti dari jauh. Ternyata orang itu memasuki rumah seorang yang sangat kaya di Basrah yang bernama Nakhos. Malam sudah sangat larut. Malik dan Tsabit merasakan sisa malam begitu panjang, karena rasa penasarannya untuk segera mengetahui orang itu di pagi harinya.

Pagi yang dinanti akhirnya tiba. Malik yang memang mengenal nakhos itu segera menuju rumahnya untuk menanyakan budak hitam yang dijumpainya semalam. “Apakah engkau punya budak yang bisa engkau jual kepadaku untuk membantuku?” kata Malik bin Dinar beralasan untuk mengetahui budak hitam yang dijumpainya semalam.
 Nakhos berkata, “Ya, saya mempunyai seratus budak. Kesemuanya bisa dipilih.
Mulailah Nakhos mengeluarkan budak satu per satu untuk dilihat Malik. Sudah hampir semuanya dikeluarkan, ternyata Malik tidak melihat budak yang dilihatnya semalam. Sampai Nakhos menyatakan bahwa budaknya sudah dikeluarkan semua. “Apakah masih ada yang lain?” tanya Malik.
Masih tersisa satu lagi,” jawab Nakhos.

Saat itu waktu mendekati waktu dhuhur. Saat istirahat siang. Malik berjalan ke belakang rumah menuju suatu kamar yang sudah terlihat reot. Di dalam kamar itulah Malik melihat budak hitam yang dilihatnya semalam sedang tertidur lelap. “Nakhos, dia yang saya mau, ya demi Allah dia,” kata Malik semangat.
Dengan penuh keheranan Nakhos berkata, “Wahai Abu Yahya, itu budak sial. Malamnya habis untuk menangis dan siangnya habis untuk sholat dan puasa.
 “Justru untuk itulah aku mau membelinya,” kata Malik. Melihat kesungguhan Malik, Nakhos memanggil budak tadi.

Dengan wajah kuyu, dengan rasa kantuk yang masih terlihat berat budak itu keluar menemui majikannya. Nakhos berkata kepada Malik, “Ambillah terserah berapa pun harganya agar aku cepat terlepas darinya.”

Malik mengulurkan dua puluh dinar sebagai pembayaran atas harga budak itu. “Siapa namanya?” tanya Malik yang sampai detik itu masih belum mengetahui namanya. “Maimun.”

Malik menggandeng tangan budak itu untuk diajak ke rumahnya. Sambil berjalan, Maimun bertanya, Tuanku, mengapa engkau membeliku padahal aku tidak cocok untuk membantu?”

Malik berkata, “Saudaraku tercinta, kami membelimu agar kami bisa membantumu.”
Kok bisa begitu?”
tanya Maimun keheranan.
 “Bukankah kamu yang semalam berdoa di masjid itu? Tanya Malik.
 “Jadi kalian sudah tahu saya?” Maimun kembali bertanya.
“Ya akulah yang memprotes doamu semalam,” kata Malik.

Budak itu meminta untuk diantar ke masjid. Setelah sampai ke pintu masjid, dia membersihkan kakinya dan masuk. Langsung sholat dua rokaat. Malik bin Dinar hanya bisa diam sambil mengamatinya dan ingin tahu apa yang ingin dilakukannya. Selesai sholat, orang itu mengangkat tangannya berdoa seperti yang dilakukannya kala malam itu. Kali ini dengan doa yang berbeda,Tuhanku, rahasia antara aku dan Engkau telah Engkau buka di hadapan makhluk-makhluk- Mu. Engkau telah membeberkan semuanya. Maka bagaimana aku nyaman hidup di dunia ini sekarang. Karena kini telah ada yang ketiga yang menghalangi antara aku dan diri-Mu. Aku bersumpah, agar Engkau mencabut nyawaku sekarang juga.”

Tangan diturunkan, budak itu kemudian sujud. Malik mendekatinya. Menunggu dia bangun dari sujudnya. Tetapi lama dinanti tak juga bangun. Malik menggerakkan badan budak itu, dan ternyata budak itu sudah tidak bernyawa lagi.

(Tarbawi, No. 64 Th. 5)
 
 
Tulisan dengan judul berbeda, ada di:
1. http://uswah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=45&Itemid=61
2. Majalah Alkisah

Jumat, 18 September 2009

Hari raya bukan hari mengemis

Sebelumnya , saya tuliskan mengenai kenapa saya tidak menyukai  acara buka bersama,
Entah karena memang saya yang pelit atau tidak "gaul", terlebih tahun ini, tidakkah kita melihat beberapa saudara kita korban bencana,  yang untuk berteduh saja harus meminta bantuan orang lain, apalagi memikirkan "menu buka puasa apa ya????(kalimat yang puaaaling saya nggak suka)

Dalam menyongsong berakhirnya bulan Ramadhan,
Rosulullah dan para sahabatnya menumpahkan kesediahan yang amat dalam karena akan berlalunya sebuah kesempatan yang sangat besar untuk mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Sehingga banyak diantara mereka menangis, takut, khawatir, kalau-kalau ditahun berikutnya tidak bisa lagi bertemu dengan bulan Ramadhan

Lalu, apa yang sekarang terjadi, hanya sebagian kecil yang merasakan seperti itu, sebagian lainnya..?

Yang membuat saya begitu prihatin, dan menurut saya ini benar benar mencemarkan nama baik kita yang "berstatus" muslim, beberapa kalangan dengan terang terangan baik lisan maupun tertulis, meminta THR kepada entah beberapa perusahaan atau perseorangan yang dianggap "banyak" uang,
dan yang lebih parah nya terkadang ditambah dengan ancaman, atau bisa dibilang  "perampokkan" yang diperhalus

Satu hal lagi, ketika permintaan itu dipenuhi, dan dirasa kecil, kok  marah ?
tidak kah mereka berpikir, hal yang paling gampang saja,jika 100 orang yang minta , lalu masing masing mendapatkan 100 ribu rupiah, berapa yang dikeluarkan orang yang memberi? SEPULUH JUTA RUPIAH.....
 untuk sebagian orang mungkin kecil, tapi sebagian lagi , jelas terasa mengurangi anggaran

Benar benar sebuah perilaku dengan pemikiran yang sangat sempit dan hanya berorientasi pada materi dan "kesempatan"
(kenapa juga ada istilah THR..jadi jengkel kalo denger kata te ha er)

Mungkin ini , hal yang sederhana dan mungkin sudah "umum" ,
 tapi apa tidak lebih baik, jika kita mencegah hal hal yang mungkin bisa menodai apa yang telah kita usahakan selama bulan ramadhan, bahkan menodai keyakinan dan umat yang mepercayainya


Sungguh memprihatinkan
Bukankah dalam ajaran Islam:
1. Tidak ada ajaran yang menganjurkan untuk meminta minta
2. Dalam perayaan hari raya , tidak ada ajaran untuk berlebih lebihan
3. Bagi orang yang memiliki kelebihan,akan lebih baik memberi kepada mereka yang membutuhkan melalui lembaga resmi, bukan memberi kepada orang yang sebenarnya sudah berkecukupan.



Gogod & keluarga mengucapkan
Selamat idul fitri

"Taqobbalallahu minna wa minkum"

--

mohon maaf atas segala salah, selama berinteraksi,
dalam segala tutur kata maupun tindakan,
semoga Allah mengampuni dosa dosa kita semua,
memberikan rahmatnya dan
menjadikan kita orang orang yang bertaqwa, amiin

Sabtu, 12 September 2009

Hanya Karena sebutir kurma

Rating:★★★★
Category:Other
Selesai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke mesjidil Aqsa.

Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram.

Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan.
Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim
memungut dan memakannya.

Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa.
4 Bulan
kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa.
Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah
pada
sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra.
Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.


"Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan ALLAH SWT," kata malaikat yang satu.

"Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan
yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari
meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram," jawab malaikat yang satu lagi.

Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT ,gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya.

"Astaghfirullahal adzhim" Ibrahim beristighfar.

Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma.
Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah
ditelannya.

Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang
tua itu melainkan seorang anak muda. "4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua..

kemana ia sekarang ?" tanya Ibrahim.

"Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma" jawab anak muda itu.

"Innalillahi wa innailaihi roji'un, kalau begitu kepada
siapa saya meminta penghalalan ?".
Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat.

"Nah, begitulah" kata ibrahim setelah bercerita,

"Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau
menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?".

"Bagi saya tidak masalah. Insya ALLAH saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang.

Saya tidak berani mengatas nama kan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya."
"Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu."
Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi menemui.
Meskipun  berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka
yang termakan oleh ibrahim.

4 bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada dibawah kubah Sakhra.

Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar
lagi bercakap cakap.
"Itulah ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara
makan sebutir kurma milik orang lain."
"O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu.
Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain.
Sekarang ia sudah bebas."


Oleh sebab itu berhati-hatilah dgn makanan yg masuk ke tubuh kita, sudah halal-kah?
lebih baik tinggalkan bila ragu-ragu... "


Pada hadits yang lain S.A.W. bersabda; ‘Siapa yang merampas hak orang Islam dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkannya masuk surga..
Seorang laki-laki bertanya,
walaupun sedikit ya Rasulullah?
Nabi menjawab,
walaupun sebatang kayu sugi.’ (Riwayat Muslim)

Sabtu, 05 September 2009

[WIPP] :New Instrument Approach Procedure




Revisi AIP : Supplemen Nr 09/09 ,
Issued : 16 Juli 09
effective : 27 August 2009