Rabu, 27 Agustus 2008

Nggak harus besar kok....

Siapa bilang kalau yang enak itu harus yang besar..................?
enggak harus besar kok, kecil juga lemak ( enak bhs palembang )
lebih asik , lebih bisa memuaskan, buat aku loh ya...
maksudnya gampang dibawa, sesuai kebutuhan...
teman - teman setiaku sebagai bulok (bujang lokal)
...................................................................................................
semua serba mini..


Speaker aktive ala kadarnya
lumayan murah beli di Palembang sepertiga harga di Balikpapan
buat nemenin MP3 Player yang belinya di Jogja, cari yang murah juga

cukup untuk menemani dan membuat rumah "bersuara

.


teman yang lain
ini nih..dari tempat kerjaku dulu, aku belikan TV dari uang kas...
terus lama nggak dipakai...pas mau kuganti uang eee malah suruh bawa aja

Alahmadulillah. tapi ternyata jarang banget aku setel...rasanya baru 3 kali ku stel selama 4 bulan.....
.
.

.
.Kalau yang ini, aku beli waktu jadi bulok di Tarakan......
lumayan untuk manasin sayur,masak mi instan.....dll



Masih ada lagi........biasanya kalau tengah malem nih.......







kalau yang pualing setia...

yang ini nih......biar imut, tapi lumayan buat ngetik ngetik
sama yang satu ini..paling luar biasa...sebenarnya sih dikasih ma istri..waktu dulu dapat hadiah best employee....
bisa buat chatting, check email, check MP..pokoknya asik banget
makasih ya sayaaa......ng
pernah aku buat tulisannnya disini nih











gitu aja kali ya.....sekedar tips, buat yang jadi bulok (bujang lokal)....
nggak harus besar kok..yang kecil-kecil juga cukup

Tak Perlu Ajari Kami Berpuasa

Rating:★★★★
Category:Other
Hari ke tiga di bulan ramadhan saya berkesempatan menumpang becak menuju rumah ibu. Sore itu, tak biasanya udara begitu segar, angin lembut menerpa wajah dan rambutku. Namun kenikmatan itu tak berlangsung lama, keheninganku terusik dengan suara kunyahan dari belakang, "Abang becak ...?"�

Ya, kudapati ia tengah lahapnya menyuap potongan terakhir pisang goreng di tangannya. Sementara tangan satunya tetap memegang kemudi. "Heeh, puasa-puasa begini seenaknya saja dia makan ...," gumamku.

Rasa penasaranku semakin menjadi ketika ia mengambil satu lagi pisang goreng dari kantong plastik yang disangkutkan di dekat kemudi becaknya, dan ... untuk kedua kalinya saya menelan ludah menyaksikan pemandangan yang bisa dianggap tidak sopan dilakukan pada saat kebanyakan orang tengah berpuasa.

"mmm ..., Abang muslim bukan? tanyaku ragu-ragu.

"Ya dik, saya muslim ..." jawabnya terengah sambil terus mengayuh

"Tapi kenapa abang tidak puasa? abang tahu kan ini bulan ramadhan. Sebagai muslim seharusnya abang berpuasa. Kalau pun abang tidak berpuasa, setidaknya hormatilah orang yang berpuasa. Jadi abang jangan seenaknya saja makan di depan banyak orang yang berpuasa ..." deras aliran kata keluar dari mulutku layaknya orang berceramah.

Tukang becak yang kutaksir berusia di atas empat puluh tahun itu menghentikan kunyahannya dan membiarkan sebagian pisang goreng itu masih menyumpal mulutnya. Sesaat kemudian ia berusaha menelannya sambil memperhatikan wajah garangku yang sejak tadi menghadap ke arahnya.

"Dua hari pertama puasa kemarin abang sakit dan tidak bisa narik becak. Jujur saja dik, abang memang tidak puasa hari ini karena pisang goreng ini makanan pertama abang sejak tiga hari ini."

Tanpa memberikan kesempatan ku untuk memotongnya,�

"Tak perlu ajari abang berpuasa, orang-orang seperti kami sudah tak asing lagi dengan puasa," jelas bapak tukang becak itu.

"Maksud bapak?" mataku menerawang menunggu kalimat berikutnya.�

"Dua hari pertama puasa, orang-orang berpuasa dengan sahur dan berbuka. Kami berpuasa tanpa sahur dan tanpa berbuka. Kebanyakan orang seperti adik berpuasa hanya sejak subuh hingga maghrib, sedangkan kami kadang harus tetap berpuasa hingga keesokan harinya ..."�

"Jadi ...," belum sempat kuteruskan kalimatku,

"Orang-orang berpuasa hanya di bulan ramadhan, padahal kami terus berpuasa tanpa peduli bulan ramadhan atau bukan ..."

"Abang sejak siang tadi bingung dik mau makan dua potong pisang goreng ini, malu rasanya tidak berpuasa. Bukannya abang tidak menghormati orang yang berpuasa, tapi..."� kalimatnya terhenti seiring dengan tibanya saya di tempat tujuan.

Sungguh. Saya jadi menyesal telah menceramahinya tadi. Tidak semestinya saya bersikap demikian kepadanya. Seharusnya saya bisa melihat lebih ke dalam, betapa ia pun harus menanggung malu untuk makan di saat orang-orang berpuasa demi mengganjal perut laparnya. Karena jika perutnya tak terganjal mungkin roda becak ini pun tak kan berputar ...

Ah, kini seharusnya saya yang harus merasa malu dengan puasa saya sendiri? Bukankah salah satu hikmah puasa adalah kepedulian? Tapi kenapa orang-orang yang dekat dengan saya nampaknya luput dari perhatian dan kepedulian saya?

"Wah, nggak ada kembaliannya dik..."�

"hmm, simpan saja buat sahur bapak besok ya ..."

Saya jadi teringat seorang teman di Kelompok Kerja Sosial Melati, ia punya motto hidup yang sederhana, "Kami Peduli"

( disadur dari cerita seseorang )

--------------------------------------------------
pengin review kalimat ini nih....
..............abang tahu kan ini bulan ramadhan. Sebagai muslim seharusnya abang berpuasa. Kalau pun abang tidak berpuasa, setidaknya hormatilah orang yang berpuasa. Jadi abang jangan seenaknya saja makan di depan banyak orang yang berpuasa ...

ini nih maksud tulisan ku yang disini
kan kita yang puasa..kenapa harus nyuruh orang lain "menghormati kita" ?
kalo semua mendukung kita untuk bisa berpuasa, tidak ada yang harus kita tahan, jadi malah timbul pertanyaan, dimana makna puasa itu...?

Rabu, 20 Agustus 2008

Cinta = Bibit permusuhan

Rasanya kok kata”cinta” sekarang begitu “luar biasa”
Kalau kita lihat di ditoko buku, hampir semua judulnya ada kata “cinta”
judul film juga sama..banyak "cinta" nya
Apa sih istimewanya?
Emang cinta itu seperti apa?
Kita lihat ya, beberapa  bukti kalau cinta itu bibit permusuhan
1.       Di film film , banyak tuh yang berantem gara-gara memperebutkan cinta
2.       Di buku-buku cerita sebagian besar konflik karena cinta
3.       Di cerita-cerita remaja, perseteruan anak dan orang tua karena urusan cinta
4.       Di dunia remaja, kalau ada yang putus cinta, setelah itu malah nggak teguran
5.       Ada juga yang karena nggak kesampaian cintanya, membuat fitnah dengan mengatakan seolah-olah orang yang diinginkan mencintai dia, akibatnya malah jadi permusuhan
6.       Saking cintanya sama harta, ada juga yang mengorbankan keluarga.
7.       Ada yang bilang cinta tak harus memiliki,tapi malah memutus tali silaturahmi
8.       Ada lagi yang bilang cinta , bahkan ke lebih dari satu orang, akhirnya yang “diberi’ cinta begitu saling ketemu malah berantem
Tuh kan……..
mau bukti lagi....
lagu untuk lebih merekatkan tali persaudaraan juga nggak pakai kata "cinta"
satu satu aku sayang ibu
dua dua juga sayang bapak
tiga tiga sayang adik kakak
satu dua tiga sayang semuanya


     Get this widget |     Track details  |         eSnips Social DNA   

Jumat, 15 Agustus 2008

Menyesal

Rating:★★★★
Category:Other
"Kalau sudah kejadian, baru dech menyesal... coba kalau dari awal..dst dst dst...."
Kalimat diatas salah satu kalimat yang paling aku tidak suka...
Selain karena kalimat itu nggak ada gunanya ,
semua orang juga tahu kalau kata "menyesal " itu pasti setelah terjadi sesuatu....

Ingat - ingat  puisi waktu SD.... yuk......


MENYESAL

PAGIKU   HILANG   SUDAH   MELAYANG

HARI   MUDAKU   SUDAH    PERGI

SEKARANG   PETANG   DATANG   MEMBAYANG

BATANG   USIAKU    SUDAH    TINGGI

 

AKU   LALAI    DIHARI    PAGI

BETA    LENGAH    DIMASA    MUDA

 

KINI    HIDUP    MERACUN    HATI

MISKIN      ILMU  ,  MISKIN  HARTA

 

AH ,   APA    GUNA    AKU    SESALKAN

MENYESAL    TUA    TIADA    BERGUNA

HANYA    MENAMBAH    LUKA    SUKMA

 

KEPADA    YANG    MUDA    KUHARAPKAN

ATUR    BARISAN    DIPAGI    HARI

MENUJU    KEARAH    PADANG    BAKTI

Karya :  ALI  HASMY

Rabu, 13 Agustus 2008

memang saya sudah bosan hidup.

Rating:★★★★★
Category:Other

ketika merasa tak lagi sanggup mengahadapi kehidupan di dunia ini, rasanya kematian menjadi sebuah "solusi"
...............................................................................................................................
BENARKAH KEMATIAN DAPAT MENYELESAIKAN MASALAH ?
...............................................................................................................................



Seorang pria mendatangi Sang Master, "Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati."

Sang Master tersenyum, "Oh, kamu sakit."

"Tidak Master, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Master meneruskan, "Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan."

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga,bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku." demikian sang Master.

"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup." pria itu menolak tawaran sang guru.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?"

"Ya, memang saya sudah bosan hidup."

"Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang."

Giliran dia menjadi bingung. Setiap Master yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh Master edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, "Sayang, aku mencintaimu." Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, "Sayang, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang."

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?"

Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Pi, maafkan kami semua. Selama ini, Papi selalu stres karena perilaku kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?

Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan."

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu hidup.
...........................................................................
nyontek dari seorang sahabat,
judul asli mengalir seperti air
diambil dari sebuah milist